More Categories

Jumat, 19 Juni 2020

Serum Sesi Recovery-Bab 20

- Tidak ada komentar



Proses transit di lapangan terbang Wuhan termasuk lancar. Pemenuhan bahan bakar pas waktu. Supply logistik di dapur pesawat penuh lagi. dua orang yang tidak menjelaskan sepatah katapun naik pesawat, melakukan pekerjaan cleaning service dengan cepat serta efektif. Selanjutnya turun bawa sampah serta perlengkapan kotor. Tanpa ada ucapkan satu patahpun kata. Cecilia yang akan menegur dengan ramah sampai menangguhkan tujuannya. Cemas jika rupanya beberapa orang itu robot android. Cecilia berasa geli dengan pemikirannya sendiri.

Andalas yang telah bangun semenjak roda pesawat touch down di dasar Wuhan, nikmati kopinya dengan nyaman. Ingat begitu mereka ada pada batas di antara hidup serta mati di atas Pasifik. Dicari oleh pesawat tempur yang pasti bukan tandingan mereka di udara. Mereka selamat karena hanya kebetulan serta peruntungan.

Kebetulan pesawat ini diperlengkapi oleh persenjataan anti gempuran udara serta mereka mujur gempuran itu berlangsung sesudah dekati daerah udara Rusia. Andalas tidak dapat memikirkan bila saja Tomcat serta Fighting Falcon itu menggempur di saat yang bertepatan saaat mereka barusan keluar dari daerah udara Amerika, entahlah apakah yang akan berlangsung. Mungkin ia saat ini tidak ada di sini nikmati satu gelas kopi.

Organisasi mati-matian mengeluarkan semua sumberdaya untuk menghilangkan mereka. Mereka jelas tidak punyai panduan sedikitpun dimana tepatnya letak Sarana Gobi. Gurun pasir terluas di Asia. Meskipun sudah lakukan pemindaian lewat satelit resolusi tinggi, Organisasi benar-benar tidak mendapatkan jejak apa saja dari sarana rahasia itu. Sempat ada inspirasi untuk lakukan penelusuran melalui darat atau ground checking dengan mengeluarkan team ekspedisi. Tetapi cari di luasan hampir 1,3 juta km persegi bukan pekerjaan gampang. 

Kecuali tentunya mereka akan bertemu dengan kewenangan China yang tidak tinggal diam orang asing mengacak-acak teritorial mereka. Si Chairman setuju dengan 11 anggota yang lain jika sarana itu tentu terdapat jauh di kedalaman bumi. Karenanya sasaran mereka ialah Lian Xi. Wanita itu adalah adik dari Profesor Lian Yang. Salah satunya team periset yang lakukan analisa di sarana itu. 

Berdasar data intelijen yang disatukan Si Pelaksana eksekusi, Lian Yang pernah mengontak Lian Xi seringkali termasuk juga minta bantuannya menjumpai Cecilia serta Akiko yang ditahan Interpol di Lyon. Oleh karena itu Si Pelaksana eksekusi pernah mengirim Helda serta Isamu untuk tangkap Lian Xi.

Sesaat OWC punyai kebutuhan lain hingga tetap menahan aksi apa saja dari siapa saja supaya epidemi ini tidak berakhir. Keinginannya pasti agar berlangsung chaos dengan cara global serta pemerintahan tiap negara akan roboh semua. Dari sanalah mereka akan menggantikan tatanan dunia dengan cuma berkiblat pada 1 order. 1 pemerintahan global yang tidak terpisah oleh ras serta negara.

Sebenarnya ada satu pergerakan lain lagi kecuali 2 organisasi besar yang terlepas dari penilaian Cecilia serta teman-teman. Beberapa perusahaan farmasi raksasa mati-matian coba cari formula paling pas untuk dapat membuat serum buat 2 penyakit yang memunculkan epidemi mematikan itu.

Raksasa-raksasa industri farmasi itu pasti membutuhkan objek 0 serta memeriksa insiden di titik 0 waktu virus serta bakteri itu pertama-tama ada. Marc yang terkait erat dengan Pierre, salah satunya bos perusahaan farmasi besar di Perancis, sebetulnya sudah mengetahui tentang Fabumi serta titik 0 Bakteri Tropis di pedalaman Congo Basin. Tetapi Fabumi sukses diculik oleh GRU yang dilakukan oleh salah satunya anggota Organisasi serta saat ini entahlah masih hidup atau mungkin tidak.
Marc tidak paham tentang titik 0 serta objek 0 Virus Es tetapi tahu mengenai Sarana Pandora yang lakukan analisa pada objek 0 Mollivirus sibericum. Tetapi sesudah ia mengirim tim striker ke Arctic, laboratorium itu sudah rata dengan tanah. Kembali lagi ada seseorang yang menyusulnya.

Beberapa raksasa farmasi di penjuru dunia alami jalan buntet. Riset mereka pada objek-obyek yang terkena benar-benar tidak memperlihatkan perkembangan. Sebab memang objek 0 benar-benar tentukan sekali. Dari objek 0 lah sebetulnya genom dari virus atau bakteri dapat dipetakan sebab belum alami perubahan.

Ada 1 hal penting yang sebetulnya terlewati khususnya oleh Cecilia. Ia tetap menyangka jika Fabumi untuk orang yang sempat terkena tetapi rupanya imun ialah objek penting buat riset serum Bakteri Tropis. Cecilia lupa jika Fabumi bukan objek 0. Semestinya ia memutuskan Sefu untuk objek 0. Sebetulnya di catatan keutamaan Cecilia telah menyebutkan Sefu untuk objek 0. Tetapi sebab menduga Sefu sudah jadi korban di camp logging karena itu Cecilia mengabaikannya.


Andalas menggantikan kembali lagi kendali kokpit Gulfstream I-AA. Mereka sudah siap terbang kembali lagi. Kesempatan ini ke arah Beijing. Tempat ke 4 teka-teki Dokter Adli Aslan ada. Ia barusan pernah lihat dengan cermat peta yang didapatkan dari sobekan kanvas di The Met Breuer. Beberapa temannya betul. Peta itu benar-benar tidak bermakna apa-apa. Cuma sketsa satu pulau yang dikelilingi oleh lautan super luas. Tanpa ada info penambahan apa-apa.

Pesawat itu terbang dengan mulus tanpa ada kejadian sedikitpun. Akiko barusan pernah cemas mengingat insiden di Lapangan terbang New York. Tetapi Lian Xi menentramkan mereka dengan menjelaskan benar-benar kemungkinan kecil itu akan berlangsung di daerah China. Tangan organisasi kemungkinan kuat serta panjang. Tetapi tidak sekuat serta selama itu di negeri Gorden Bambu.

Perjalanan ke Beijing cuma akan dilakukan tidak sampai 2 jam. Sesudah memencet tombol auto pilot, Andalas serta Lian Xi masuk bersama-sama Cecilia serta Akiko untuk membicarakan cara setelah itu.

"Kita kelak akan ada di Beijing. Mengapa tidak sekaligus saja ke Gobi lewat darat?" Cecilia lihat peta di X-One. Jarak dari Beijing ke Gobi cukup jauh, kira-kira 1000 km, tetapi jalanan ke arah Gobi benar-benar mencukupi untuk dilalui. Termasuk juga juga bisa memakai kereta api yang diteruskan dengan perjalanan darat.

"Kita harus mengakhiri teka-teki dari Dokter Adli terlebih dulu. Siapa tahu rupanya setelah tiba di ujung teka-teki ini kita dapat semakin gampang memutuskan." Andalas sampaikan gagasannya.

Akiko mengangguk. Entahlah sepakat pada siapa. Cecilia atau Andalas. Perhatiannya sedang tertuju pada peta aneh di depan mereka. Satu pertimbangan melewati pikirannya.

"Lian Xi, apa kau memang tahu benar bagaimanakah cara ke arah Sarana Gobi?"

Lian Xi menggeleng.

"Tentunya saya tidak paham. Kakakku katakan jika ia sendiri tidak paham tepat ada dimana. Ia cuma menjelaskan jika sarana itu terdapat jauh di bawah tanah daratan Gobi."

"Aahh, patut saja jika demikian. Jadi Organisasi memburumu sebab mereka putus harapan tidak mendapatkan panduan apa saja dimana letak Sarana Gobi. Satelit sehebat apa saja tidak dapat memindai sarana yang ada di tanah. Mereka tidak paham jika kamu tidak paham." Andalas mengatakan panjang lebar.

"Nah! Jika sangkaanku betul, peta ini kelihatannya adalah panduan bagaimanakah cara ke arah sarana itu!" Akiko mengatakan dengan penuh semangat. Ia mustahil salah.

Ke-3 orang yang lain sama-sama berpandangan lalu dengan cara bertepatan menganggukkan kepala.

"Jadi Dokter Adli Aslan menyengaja memberi panduan yang susah ini supaya bila peta ini jatuh ke tangan orang yang keliru tidak mencelakakan Sarana Gobi. Pulau ditengah-tengah lautan...padang pasir!"

Malaka Jatuh...

- Tidak ada komentar




Senyuman keluar di muka Sakti saat dengar dendangan itu. Info jatuhnya Malaka ke tangan Peranggi demikian mengguncangkan, jadi pembicaraan dimana saja, hingga memapar bocah-bocah yang tidak paham kasus. Ya, bocah-bocah tidak tahu kasus. Keluguan mereka yang menghidupkan senyum di bibir Sakti. Senyum yang terasa tawar.

"Benar-benar tidak koplak, Nak," Sakti membatin murung. "Benar-benar...."

Cara serta kesuksesan Peranggi mengusai Malaka ialah strategi yang benar-benar cemerlang. Dapat disebut mereka sudah setengah jalan kuasai Nusantara, memegang setengah kemasyhurannya.

Betul sesungguhnya kekayaan serta kemasyhuran Nusantara perpangkal pada perdagangan rempah-rempah. Kepulauan Maluku yang disebut satu-satunya[] tempat dari muka bumi ini yang menumbuhkan pala serta cengkeh---salah dua barang dagang penting dalam perdagangan dunia---menjadi tempat yang sangat bernilai. Terletak dicari-cari semenjak jaman kuno, dijaga erat serta dirahasiakan oleh siapa juga sebagai penguasanya.

Tetapi, yang namanya perdagangan memerlukan jalan. Kedua-duanya tidak dapat dipisah, seperti dua bagian kepeng, sama keutamaan. Bila daerah timur Nusantara jadi bernilai sebab rempah-rempahnya, karena itu daerah barat Nusantara jadi penting sebab jadi gerbang yang mengantar beberapa barang itu ke Atas Angin, ke semua seluruh dunia. Kuasai diantaranya saja telah jadi agunan akan hadirnya kemasyhuran. Kisah Kedatuan Sriwijaya jadi bukti kenyataannya.

Negeri bercorak Melayu yang berpusat di Sumatra itu capai pucuk kemasyhurannya sesudah kuasai Ujung Medini[] serta memperoleh kendali mutlak atas Selat Malaka, Selat Karimata serta perairan lain di sekelilingnya. Jajak-jejak kebesarannya serta masih berasa sampai saat ini, sebab memang, kurang lebih, memberikan impak akan perkembangan muka teritori jadi seperti saat ini.

Di waktu sebelum kemampuan Sriwijaya ada, perairan Selat Malaka serta Selat Karimata bukan jalan pilihan beberapa saudagar. Perairan ke-2 selat ini benar-benar riskan, penuh perampok yang berkeliaran. Saat itu, rempah-rempah dari Maluku dapat sampai ke Atas Angin lewat jalan lain. Jalan yang telah ada semenjak jaman yang tidak dapat disebut.

Ada dua jalan. Pertama, lewat Selat Sunda melantas pesisir barat Pulau Sumatra. Disana ada Barus, negeri bandar sebagai titik tolak beberapa pelaut Nusantara dalam menjual rempah-rempah sampai hingga ke Atas Angin samping barat. Walau menghadap langsung ke samudra yang mahaluas, negeri bandar ini termasuk juga yang paling dahulu tersambung dengan negeri-negeri di India, Parsi[], Mesir, Malagasi di lain sisi lautan. Semenjak jaman kuno, beberapa pelaut Nusantara yang sudah mengakrabi ombak serta angin samudralah yang menghubungkannya.

Jalan yang ke-2 lewat samping timur serta utara Pulau Kalimantan, yakni lewat Selat Makassar serta Laut Sulu. Di sini, yang tampil untuk jantung perdagangannya ialah Kutai.

Sebetulnya bisa pedagang rempah sesudah dari Maluku langsung ke utara, lalu berbelok ke barat melewati Laut Sulawesi serta sampailah ke Laut Sulu. Namun, janganlah lupa jika jalan perdagangan rempah ini ialah satu kesatuan. Dari pesisir barat Sumatra, Selat Sunda, Laut Jawa, Selat Makassar, sampai Laut Sulu, semua adalah satu kesatuan. Pada gilirannya, jalan rempah ini tersambung dengan jaringan perdagangan dunia yang menyambungkan Tiongkok dengan India.

Lolosnya Maluku dari jalan penting perdagangan dunia walau wilayahnya adalah sumber dari barang-barang penting yang diperjualbelikan, Sakti menduganya untuk satu kesengajaan. Pertimbangan Sakti searah dengan beberapa intelektual Perguruan Naga, jika ini ialah bentuk riil dari usaha rahasiakan letak beberapa sumber rempah Maluku. Sebelumnya, beberapa pedagang dari Maluku sendiri yang bawa beberapa barang hasil bumi mereka ke bandar lain di Nusantara untuk diperjualbelikan. Mereka ialah beberapa Orang Kaya[] Banda. Mereka yang kumpulkan pala serta fuli dari Kepulauan Banda, mereka jugalah yang kumpulkan cengkeh dari Ternate, Tidore serta Bacan di utara Maluku. Beberapa pedagang dari wilayah lain di Nusantara di waktu selanjutnya memperoleh pala serta cengkeh, dan barang kecuali rempah seperti bulu burung cenderawasih asal Wanin[], dari beberapa Orang Kaya Banda.

Hindari Kekalahan Saat Main Slot Online

Bersamaan ramainya kemampuan Sriwijaya di Selat Malaka, pamor jalan rempah kuno ini juga meredup, terpindahkan posisinya untuk jalan perdagangan penting. Hal sama berlangsung juga dengan Barus serta Kutai, yang tidak terdengar denyut nadi kehidupannya.

Perubahan jalan perdagangan ini bisa dimaklumi dengan cara simpel. Walaupun pelayaran samudra bukan permasalahan buat beberapa pelaut Nusantara, bukan bermakna gampang melakukan. Perairan pedalaman seperti selat pasti semakin gampang diarungi dibanding perairan terbuka seperti samudra. Dengan hadirnya gugus laut Sriwijaya yang sukses menepis beberapa perampok di Selat Malaka serta Selat Karimata, tidak lagi ada fakta buat beberapa pedagang untuk hindari ke-2 perairan ini. Amannya Selat Malaka membuat arus pedagang Atas Angin yang ke arah atau melewati Nusantara makin banyak. Beberapa pedagang dari Arab, Parsi, India, yang ingin ke Tiongkok atau sebaliknya, dapat capai arah cukup hanya berlayar telusuri pantai.

Roda waktu terus berputar-putar. Datang eranya kemampuan Sriwijaya labil sampai tidak dapat dipertahankan atau menjaga. Negeri-negeri Melayu di Sumatra serta Ujung Medini juga tercerai-berai tanpa yang punyai impak besar di teritori. Di antara sama saatnya, dalam tempat lain yang jauh di utara, bangsa Tartar[] menghidupkan kuasanya sampai tampil untuk kemampuan adidaya. Pasukan berkuda mereka yang masyhur perkasa sedang serta sudah menggagahi sejumlah besar dunia samping utara. Kubilai Khan, penguasa Tartar di Tiongkok, yang haus akan pernyataan, selanjutnya mulai membidik permata yang bertaburan di laut selatan.

Kertanegara, maharaja Singasari---negara terkuat di Nusantara saat itu serta salah satunya kemampuan penting di teritori tenggara Asia, mengetahui intimidasi yang kemungkinan akan tiba dari utara. Intimidasi itu makin riil sesudah ia menampik keinginan nista Kubilai Khan untuk patuh menghamba, lalu membuat malu utusan penguasa Tiongkok itu.

Untuk membendung gempuran bangsa Tartar yang tinggal menanti waktu hadirnya saja, Kertanegara kirim utusan ke negeri-negeri Melayu. Ia sadar akan makna khusus Ujung Medini serta perairan di sekelilingnya buat keberlangsungan kemakmuran Nusantara. Pengiriman utusan yang nantinya dikenal dengan panggilan Pamalayu itu memetik hasil yang gilang-gemilang. Negeri-negeri Melayu di Sumatra serta Ujung Medini siap berpadu di bawah panji-panji Singasari untuk hadapi kemampuan bangsa asing yang tiba memberikan ancaman. Disamping itu, Kertanegara merajut persekutuan yang erat dengan mitreka satata [mitra sejajar] di teritori, yakni dengan Campa. Dengan begitu Nusantara sudah dibentengi secara baik oleh Kertanegara.

Walau selanjutnya Kertanegara tidaklah sampai bertemu dengan bala tentara Tartar karena ditikung oleh Jayakatwang dari Gelang Gelang, raja besar ini tinggalkan warisan penting, yakni wacana Nusantara[] yang disebutkan dengan cakrawala mandala dwipantara. Nantinya, ide Kertanegara untuk menjadikan satu Nusantara di bawah satu panji terjadi di jaman Majapahit, penerus langsung Singasari.

Di bawah kepemimpinan Mahapatih Gajah Mada serta Prabu Hayam Wuruk yang termasyhur, Majapahit bukan hanya menjaga impak atas negeri-negeri Melayu, dan juga memperlebar pengaruhnya sampai ke semua pelosok Nusantara.

Sayangnya, seperginya Gajah Mada serta Hayam Wuruk, wacana Nusantara nampaknya dilalaikan oleh beberapa bagian keluarga kerajaan yang pada repot rebutan takhta. Dengan dilupakannya wacana Nusantara, makna khusus Ujung Medini serta Selat Malaka sendirinya turut terlupa. Pucuk penurunan itu ialah perang saudara Paregreg yang bukan hanya merontokkan kemampuan laut Majapahit, dan juga impak atas negeri-negeri bawahan di seberang lautan yang mulai berani berdiri dengan sendiri. Serta pelarian asal Tumasik, Parameswara, dapat membuat negeri baru di Ujung Medini yang dinamakan Malaka---belakangan nama ini yang seringkali dipakai orang untuk menyebutkan selat serta daratan semenanjung tempatnya berdiri.

Selekasnya, Malaka gantikan Majapahit untuk kemampuan yang berkuasa atas Ujung Medini serta perairan di sekelilingnya. Malaka jadi makin maju bersamaan berlalunya waktu, tinggalkan Majapahit yang semakin tersuruk sampai jadi negeri pedalaman kecil yang cuma repot dengan dirinya serta tidak diakui lagi kehadirannya.

Sebuah Panggilan dari Hutan Larangan (1)

- Tidak ada komentar




Draft novel yang belum memiliki judul ini saya catat semenjak jalani kuliah S3 di UGM, 2009. Serta, sampai saat ini novel itu ibarat belum ingin dituntaskan. Semua draft dari novel akan saya unggah berbentuk bersambung. 

Semasing bab akan diberi judul untuk memudahkan penelusuran di website ini. Novel ini tidak mempunyai kelebihan, cuma narasi dua mahasiswa--dan, tentunya, bersama-sama beberapa tokoh lain--dengan persoalan semasing yang berupaya membuat rekanan pikirkan serta batin, sambil meningkatkan kemauan untuk membuka jejak momen 1965. 

Cinta ialah keniscayaan yang ada dalam dinamika naratif novel ini, mempunyai karakter tertentu. Demikianlah pengantar benar-benar singkat dari saya, selamat nikmati. 

Banyuwangi selatan, larut malam, akhir Oktober 1965. 

Suara air sungai membuahkan suara tegas, tapi lentur saat bertabrakan dengan bebatuan, tidak seperti serangga rimba yang membuat orkestra yang ramai, berkesan angkuh, bersama-sama angin yang berdesir dingin.

Dibalik itu semua, malam yang mengendalikan saat atas izin Si Penghidup, masih diam, setia share juta-an cerita; dari fundamen, permukaan, serta pinggir sungai; dari balik semak sampai atas beberapa pohon bendho; dari bawah langit sampai atas langit. 

Tetapi, malam belum pernah share narasi mengenai satu momen yang akan berlangsung, sebab memanglah belum terjadi; momen yang belum pernah dia kehendaki untuk pengontrol saat. 

Lima puluh orang seberangi satu sungai berbatu dengan arus air yang cukup deras itu. Setiap harinya, kali itu dibikin mandi oleh beberapa petani serta buruh tani sepulang dari sawah. Dengan berhati-hati, mereka melangkahkan kaki, menantang dinginnya air sungai, mencapai bebatuan yang walau memunculkan rasakan sakit di telapak kaki, tidak berasa lagi. 

Muka mereka dihinggapi kekosongan, bukan duka cita sebab duka cita itu telah berlalu beberapa saat sebelumnya; saat mereka diambil dari rumah masing-masing; saat mereka harus tinggalkan istri, beberapa anak, saudara, orangtua, serta saudara; saat permintaan ampun keluarga mereka dijawab dengan kecaman bersatu kalimat suci.

Waktu itu, duka cita serta tangis harus dilalaikan, sebab nyawa serta kehidupan bukan lagi dipastikan Gusti Allah, Gusti Pengeran—Tuhan Si Penentu Hidup Manusia, tapi oleh beberapa orang yang akui dapat membaca serta pahami beberapa kalimat suci-Nya, beberapa orang yang sempat juga mandi dengan mereka di sungai ini.

Sejumlah besar dari mereka ialah lelaki 1/2 baya. Sejumlah kecil beberapa pemuda dengan badan kurus serta kulit sawo masak yang terlihat makin gelap oleh penerangan obor. Mereka kenakan pakaian seadanya, pakaian serta kaos lusuh dan celana pendek. 

Hindari Kekalahan Saat Main Slot Online

Beberapa kenakan kopyah/kethu (songkok) berwarna hitam. Beberapa pohon bendho memiliki ukuran besar berdiri di lereng bukit di atas sungai itu, seperti raksasa penjaga yang siap memangsa beberapa orang tanpa ada keinginan itu. 

Beberapa pohon itu semasa beberapa ratus tahun sudah membentengi bukit dari jamahan tangan manusia; meredam tanah bukit dengan akar-akar tunggang mereka; merajut kasih sayang sejati dalam puja semesta. Suara serangga-serangga malam bersautan dengan deras suara air sungai serta gemerisik; satu orkestra sakral yang agung serta mencekam.

Tiga puluh lelaki anggota laskar menjaga perjalanan mereka dengan senjata masing-masing; pedang, penthungan, pisau besar, cangkul, tombak, serta arit. Sebagian dari mereka meneriakkan kalimat suci yang umumnya dikatakan beberapa guru ngaji di masjid desa. Beberapa anggota laskar memarahi mereka dengan sumpah serapa. 

Sampai di atas sungai, lima puluh orang itu diperintah untuk naiki bukit. Lima anggota laskar menyusul mereka untuk menghajar semak-semak. Sebagian dari beberapa orang itu jatuh, terpeleset embun yang mulai membasahi tanah bukit. Teman-teman mereka selekasnya membantu. Suara pekikan beberapa anggota laskar yang ada di barisan belakang mencengangkan beberapa puluh burung cucak rowo yang tengah nikmati tidur. 

Beberapa serangga stop bernada, diliputi rasa bingung atas kehadiran bangsa manusia itu. Hampir satu jam mendaki, rombongan itu datang di pucuk bukit. Pimpinan laskar, seorang 1/2 baya, memberikan komando supaya beberapa orang itu menuruni bukit.

Jam 02.00, mereka sampai di rimba yang awalnya belum pernah dikunjungi manusia. Beberapa binatang berlarian takut atas kehadiran mereka. Pimpinan laskar, selekasnya memerintah anggotanya untuk memberi cangkul pada sepuluh orang dari lima puluh orang itu. 

Mereka diharap untuk mengeduk lima lubang. Dengan cara berganti-gantian, mereka mulai mengeduk lubang untuk lubang. Tidak ada lagi rasa takut atau pertanyaan, untuk apa lubang-lubang itu digali. Tiga puluh anggota laskar melingkari mereka. 

2 orang pemuda berupaya melarikan diri, tapi sabetan pedang pimpinan laskar pas tentang paha mereka. Rintihan mereka berdua hilang diserap suara rimba. Teman-teman mereka berupaya menentramkan ke-2 pemuda itu. Selanjutnya, lamat-lamat suara adzan Subuh menggaungkan doa suci pada Gusti Allah.

Jam 05.00, pimpinan laskar meneriaki lima puluh orang itu untuk masuk ke lima lubang yang mereka gali dengan cara berganti-gantian. Mereka berupaya menampik serta meminta ampunan satu kali lagi. Tetapi, percuma, beberapa anggota laskar menggerakkan masuk setengah mereka. Pekikan mereka di lima lubang seperti jadi puji-pujian yang mendendangkan irama riang di telinga anggota laskar. 

Separuhnya lagi, langsung masuk ke-5 lubang itu, berdesak-desakkan dengan teman-teman mereka yang menangis, mendesah, serta senyap sebab tidak dapat bernafas. Sesudah mereka masuk dalam lubang-lubang itu, pimpinan laskar langsung memerintah anggotanya untuk tutup ke-5 lubang itu. 

Taktah yang Hilang (Bab 2)

- Tidak ada komentar



Perlahan-lahan saya buka mata, memandang dengan pada dalam cahaya mentari yang perlahan-lahan dekati mukaku. Satu bulan telah saya hidup dalam mimpi jelek yang tidak selesai. Malam jadi keinginan terbesarku. Saya mengharap terjaga dengan fakta yang lebih bagus, tinggalkan semua mimpi jelek pada gelap serta sunyinya malam. Makin saya mengharap, makin saya nampak bodoh. Semua makin menganiaya saat pengharapanku musnah bersama-sama hembusan angin pagi yang benar-benar dingin. Keputusasaan makin menjalarh dalam pikiranku serta perlahan-lahan keyakinan diriku juga tipis sendirinya.

"Sara,,,, Sara,, bangun Sara." Suara itu saat itu juga pecahkan lamunanku. Pintu kamarku juga terbuka, bunyi langkah kaki perlahan-lahan dekati tempat tidurku. "Ehh ibu... Sara barusan ingin keluar kamar sesudah membereskan tempat tidur." Saya bangun serta buka jendela kamarku sekalian menarik napas panjang seakan sedang nikmati udarah pagi yang fresh. Saya kembali serta memandang ibu yang sedang tersenyum kecil melihatku. Ibu tahu saya sedang meredam rasa sedih yang besar sekali. Yah,, sesudah insiden itu, lihat ibu ialah kesedihanku yang besar sekali. Bagaimana tidak..? Tubuh ibu makin kecil, muka ibu makin lesuh, jalanya juga kadang makin perlahan, senyumnya juga makin seperti terlihat tangisan. Ibu tetap berlaku kuat, berupaya memperlihatkan pada kami jika semua akan baik - baik saja. 

"Ibu telah buat sarapan pagi untukmu serta adik - adik. Cepatlah mandi serta sarapan sebelum pergi sekolah."

"Iya bu,,, habis ini Sara langsung mandi bu."

"Sara, tidak apa - apa kan ini hari ke sekolah tidak bawah uang jajan..?" Sekalian meredam napas sesaat saya coba tersenyum pada ibu.

"Tidak apa - apa bu,, sara kan telah besar, tidak perlu uang jajan lagi. Uangnya ibu taruh saja, atau kasihkan pada Ison serta Ista." Ibu sesaat menunduk, diam serta menarik napas demikian dalam. "Oh Tuhan,,, saya kuat,, saya tentu dapat." Gumamku dalam hati sekalian meredam tangis. Ibu tentu berasa benar-benar bersalah serta berasa tidak bertanggugjawab. Sebelum bapak di penjara, kami tetap dimanjakan. Bapak benar-benar menyayangi kami, apa saja yang kami meminta tetap ia penuhi. Tiap hari di kasih uang jajan sebab ia tidak mau anak - anaknya nampak memilukan dimata seseorang. Kemungkinan sebab hal tersebut ibu berasa benar-benar susah. Saya memeluk ibu sekalian tersenyum selanjutnya bergerak keluar dari kamar. langkah kaki ibu juga perlahan-lahan mengikutiku dari belakang. Rumah demikian hening, cuma suara tv yang didengar dari ruangan makan. 

"Tonton apa dek..?" Tanyaku pada adik bungsu yang sedang ketawa bahagia melihat filem kartun kegemarannya,

"Upin - Ipin Kak." Jawabnya singkat dengan tatapan masih pada filem kartunya, seakan tidak ingin terlewati sedikitpun.

Hindari Kekalahan Saat Main Slot Online

Sesudah usai siap-siap, saya kembali pada ruangan makan. Perlahan-lahan saya duduk pada ujung meja makan, melahap bubur yang telah disediakan ibu. Itu yang tetap ibu kerjakan sejak dahulu, bangun pagi mempersiapkan segala hal buat kami, serta saat bapak masih di rumah, ibu tetap mempersiapkan bubur dengan satu cangkir teh hangat sebelum bapak pergi kerja. 

Hal yang tetap membuat kita terluka ialah apakah yang kita kerjakan tetap membuat kita ingat kepadanya.

"Dek telah sarapan..?" Sekalian mengelus rambut adek bungsuku yang masih tetap asyik duduk melihat filem kartunya.

"Telah kak, adek juga pakai sepatu, adek pakai sepatunya sendiri loh kak, ini melihat." Sekalian tersenyum ia mengusung ke-2 kakinya serta memperlihatkan pada ku jika ia telah bisah lakukan banyak hal sendiri. "Adiknya kaka saat ini telah besar yah, sini kaka peluk." Saya mencium pipinya serta menggendongnya turun dari tempat duduknya. "Ison,,, telah usai sarapan? ayoh pergi, kelak kaka telat kesekolahnya." sekalian memandang adik laki - laki ku yang masih tetap duduk pada meja makan. "Telah kak, kelak kaka tidak perlu antar sampai gerbang. jika sampai gerbang kelamaan, kaka dapat terlambat." Sekalian habiskan susu hangat yang masih tetap sisa pada gelasnya. "Tidak apa - apa dek,, kaka masih punyai waktu kok untuk antar sampai gerbang." 

Saya mencium tangan ibu diiringi ke-2 adikku. "Kami pergi yah bu, ingat ibu tidak bisa terserang debuh yah, jika ingin nyapuh janganlah lupa pakai masker hidung, takut asma ibu kumat." Ibu tersenyum lebar sekalian mengangkat tangan pada kami. Ia terus memandang kami bertiga sampai hilang dari pandangannya. 

Ibu mempunyai penyakit bawaan yakni asma. Itu yang tetap membuatku cemas saat harus wafatkannya sendiri di dalam rumah. Kecemasan itu makin besar saat bapak di penjara. Saya cemas bila keadaan ini cuma akan jadi memperburuk kesehatan ibu. 

"Sara,,, sedang apa kamu sendiri di sini..?" Suara itu seakan menggugahku dari lamunan yang barusan ingin ku mulai.

"Ehh bapak." Sekalian tersenyum saya berdiri menyalami lelaki setengah baya itu. Ia ialah guru olahraga ku, salah satunya kawan akrabnya bapak. Ia guru honorer yang sangat lama membaktikan diri di sekolah kami. sesudah insiden yang menimpah ku, dari beberapa guru yang bersimpati, dialah yang tetap memberi semangat serta motivasi supaya saya tidak mudah menyerah.

"Kamu mengapa tidak masuk dengan rekan lainnya..? Jangan begitu dipikir, kamu masih gampang untuk pahami semua yang berlangsung saat ini, Kamu tetap harus semangat. jika terikuth situasi terus, belajarmu akan terusik. Ditambah lagi saat ini kamu telah kelas 3, kamu harus benar - benar konsentrasi belajar untuk ujian kelak." Itu yang tetap ia katakan saat bicara dengan ku. 

Saya cuma terdiam, dengarkan tiap kata yang ia katakan. Kadang saya memperlihatkan sedikit senyum seakan saya memang baik - baik saja. Beberapa kata yang ia katakan demikian menempel dalam pemikiran ku serta benar-benar menolong saat saya betul - betul ada pada tempat yang benar-benar susah.

Hidup itu ibarat angin, kita tidak bisa jadi tuan atasnya, kita juga tidak bisa jadi budak buatnya. Kita tidak dapat tentukan angin apa yang perlu kita nikmati ini hari, besok atau lusa. Kapan angin itu akan menghancurkan, kapan angin itu bisa menjadi penyegar, kita juga tidak tahu. Yang kita kerjakan cuma nikmati dengan rasa sukur untuk tiap saatnya.

Sebuah Panggilan dari Hutan Larangan (2)

- Tidak ada komentar


Demikian atraksi teater berjudul Satu Sujud Setelah Subuh usai, semua pemirsa bertepuk tangan. Naskah atraksi itu dicatat berdasar tulisan Nandi. Wanita itu tidak dapat menangis saat semua pemain yang memainkan Pak Tarji, Bu Marni, serta beberapa tokoh yang lain memberikan salam pada pemirsa di Aula Fakultas Sastra. Dia belum pernah menduga jika atraksi teater dengan ide kombinasi "monolog, diskusi, serta tuturan narator" itu dapat membuat banyak pemirsa terharu, serta banyak yang teteskan air mata.

Awalannya, dia minta Ivan untuk membaca tulisannya saat dua bulan kemarin mereka bertemu di kantin universitas. Menurut dia, ceritanya bagus serta dia minta izin untuk membahasnya dengan beberapa praktisi teater di Dewan Kesenian Universitas [DKK], organisasi kesenian mahasiswa di Fakultas Sastra, untuk dipentaskan. Sesudah lewat beberapa dialog, mereka putuskan untuk mementaskan naskah dengan judul yang sama. Rendra—pentholan teater serta kawan sekelas Ivan—menulis naskahnya serta dia juga yang menyutradarai pertunjukan itu.

Malam hari ini mereka betul-betul hidupkan kembali lagi kehidupan Pak Tarji serta Bu Marni yang perlu berpisah sebab peristwa 65; momen yang belum pernah mereka ketahui kenapa harus berlangsung serta harus memisahkan cinta antarmanusia demikian lamanya, sampai sekarang ini. Perselisihan politik yang berjalan di Jakarta rupanya harus mereka tanggung dengan satu tragedi perpisahan raga serta batin, perpisahan suami dengan istri serta anak-anaknya. 

Berikut tragedi kemanusiaan yang sebetulnya. Orang yang dia serta banyak aktivis mahasiswa yakini untuk dalang penting tragedi kemanusiaan di negeri ini, Soeharto, harus memikul karma, dilengserkan oleh pergerakan mahasiswa 1998, sesudah 32 tahun membius bangsa ini dengan senyuman serta rayuan pembangunan yang didukung utang luar negeri. 

Hindari Kekalahan Saat Main Slot Online

Meski begitu, warisan riwayat dari tragedi itu masih belum dapat dituntaskan, serta saat bangsa ini telah nikmati saat-saat Reformasi. Banyak mahasiswa untuk golongan cendekiawan yang harusnya memikir gawat pada tragedi 65 masih yakini PKI untuk biang dari tragedi berdarah itu. Hal tersebut dapat dibuktikan saat acara dialog setelah atraksi berjalan.

"Dengan mementaskan lakon barusan, saya lihat ada kemauan dari penulis naskah serta sutradara atraksi ini untuk lakukan satu pembelaan pada PKI. Walau sebenarnya kita ketahui, PKI-lah yang akan mengubah ideologi negara dengan komunisme. PKI-lah yang berupaya membuat situasi chaos di Republik ini". Demikianlah kritikan pedas dari Robby, seorang pemirsa yang datang dari satu organisasi tambahan berbasiskan ideologi Ikhwanul Muslimin yang mulai bertumbuh di universitas setelah pergerakan Reformasi.

"Terus jelas naskah ini bukanlah datang dari karyaku sendiri. Nandi, teman dekatku yang sedang menulis cerita hidup beberapa anggota PKI saat 1965 memberi andil yang mengagumkan pada naskah serta pertunjukan ini. Semangatnya, saya pikirkan, bukan lagi pada memberi pembelaan pada PKI untuk faksi yang tidak keliru dalam tragedi berdarah itu. 

Semangat yang kami angkat ialah jika dalam tiap tragedi kemanusiaan yang berlangsung sebab eksperimen serta kebutuhan politik elit, terus-terusan tersisa cerita-kisah perpisahan antarmanusia yang seharusnya berpadu. Arti Islam-nya, hablum minanas", papar Rendra menyikapi kritikan itu. Ivan untuk moderator kembalikan pada Robby yang selekasnya menyanggahnya kembali lagi.

"Tapi, tampilkan cerita mereka dengan penuh simpatik, itu sama juga dengan memberi kesan-kesan pembelaan," tukas Robby dengan muka merah. Nandi yang sebelumnya diam nikmati pembicaraan itu, tidak tahan tidak untuk turut memberi komentar. Sesudah minta izin pada Ivan, dia mulai mulai bicara. Style aktivis masih menempel dalam tuturannya, walau dia telah tidak duduk di Senat mahasiswa.

"Robby, saya pikirkan kamu harus sedikit mendinginkan kepala. Skema pikirmu jangan tetap hitam-putih. Sampai saat ini, belumlah ada bukti historis yang mengatakan PKI untuk faksi yang bersalah. Coba kamu baca kembali buku-buku paling akhir mengenai tragedi 65. Lepas dari PKI itu salah atau mungkin tidak, kenyataannya, mereka memang dikorbankan, dibunuh, dipenjara, serta diasingkan, berpisah dari indahnya satu jalinan antarmanusia. Soeharto serta antek-anteknya memerlukan suport politik. 

Jadi, dia mainkan rumor pertentangan komunis-agama untuk melegalisasi alasan genosida buat beberapa anggota PKI. Itu kenyataannya. Apa kami salah jika berimpati pada kehidupan mereka? Itu berbeda dengan bersimpati pada ideologi komunis." Dengar alasan itu, Robby cuma dapat diam, mendongkol.